Ayah, you may not read this.

capellaraa
2 min readMar 7, 2021

--

Sewaktu aku masih sering menangis dan reda karena satu kotak coklat yang dihadiahkan ayah sehabis ia pulang bekerja, aku masih belum tahu betul aku dilahirkan ke dunia untuk apa.

Sewaktu aku masih menulis huruf dengan bentuk yang tidak beraturan dan masih dituntun Ibu untuk mencoba berhitung sebelum masuk sekolah, aku masih belum tahu betul kalau dunia ini tidak berisi tentang permen dan bermain saja.

Yah, anakmu ini sudah tumbuh menjadi gadis remaja — semakin berat dan semakin membenci cara kerja dunia. Padahal dunia tidak salah tetapi anakmu ini seringkali melampiaskan kegagalannya dengan membenci dunia. Yah, anakmu ini tidak lagi menjadi juara ke satu di sekolahnya, meskipun masih bisa menapaki tangga-tangga yang menurutnya terlalu berat untuk ditapaki hanya dengan kedua telapak kaki miliknya.

Yah, besar cita-cita anakmu ini salah satunya ialah untuk mendengar lagi suara bangga sebab berhasil menempati urutan pertama. Namun Yah, semakin aku tumbuh dan cara pikirku tidak melulu tentang juara satu, aku semakin lelah untuk berambisi dan berlari mengejar cita.

Yah, ini cukup sulit. Mimpiku ini terlampau besar daripada tubuhku yang cukup mungil ini. Aku takut kalau aku gagal dan kecewa adalah yang kuhadiahkan untukmu dan Ibu. Seringkali pada malam hari, aku menangis sendiri membayangkan kalau aku tidak pernah cukup untuk menjadi anak yang berguna dan meneruskan mimpi keluarga ini.

Pernah sesekali aku marah kepada kalian, terutama kepada Ibu yang tidak mengerti bahwa aku sudah cukup berusaha. Benar kalian tidak menyebutkan keinginan agar tidak semakin membebani isi pikiranku, tetapi dari cara tatap kalian, aku tahu bahwa ada cita-cita besar yang kalian titipkan pada pundakku.

Yah, jika bulan depan bukan hijau yang muncul di layar, tolong peluk aku. Yakinkan kalau masih ada jalan setapak yang lainnya untuk mengejar apa yang selama ini aku semogakan. Yakinkan kalau aku masih bisa merasakan kerja di kantor impianku dan mengajak kalian keliling dunia seperti doa rahasiaku.

Yah, aku takut tumbuh dewasa. Aku masih mau jadi gadis kecilmu yang diperbolehkan menangis bila kalah.

oh yeah, I need to pour out this feeling about my thought and my biggest fear when I was growing up. And yes, thank you Nadin, I wrote this while listening to Bertaut:((. ALIAS SUMPAH AKU TAKUTTTT MAU NANGISSSSSS AYAHHHHHH soalnya ayah td nanya “ km jadi mau ke S******* ngga?” trs yauda kan kek aku jadi :(( gini dan mewek soalnya takut gabisa menuhin harapanku sendiri. halah belibet.

--

--

capellaraa
capellaraa

Written by capellaraa

0 Followers

i wrote about you 💌

No responses yet