It happens, and we both hate the ending.

capellaraa
2 min readDec 31, 2020

--

Kemarin lusa, aku ngelamun di mobil bukan karena ngantuk, Yan. Aku cuma lagi ada pikiran, kalau misalnya falling out love datang bikin kotor buku tulis kita gimana? Kalau kertasnya jadi hitam semua gimana? Kalau aku nggak bisa gambar kupu-kupu lagi gimana? Kalau, kita redup gimana?

“ Ra, gue sama Kala emang nyerah. Kalah. Sparks-nya ilang. Nggak bisa dinyalain lagi kayak saklar lampu. Susah.”

Yan, aku suka ceritanya Dena sama Kala cuma kenapa mereka nggak dikasih kesempatan buat ngeraut pensil sebentar aja? Kenapa ceritanya berhenti di tengah jalan padahal mereka sama-sama mau nulis buat 366 halaman lagi dan kalau bisa melampauinya?

Yan, tiba-tiba tanganku sekarang kaku, nggak bisa gambar bintang, laut, dan daun. Aku mau nangis. Aku sedih. Pensilnya masih panjang, bukunya juga masih banyak halaman yang kosong. Tapi kenapa sekarang aku kayak nggak dibolehin buat nulis, Yan? Aku harus gimana? Kalau “itu” beneran terjadi sama kita gimana?

Yan, aku nggak bercanda. Aku mau nangis tapi nggak mau kalau ketauan sama kamu.

“ Yan, maaf. Mereka nggak nyala, aku udah usahain buat nyalain tapi kenapa gabisa?”

“ Yan, kita selesai. Maaf aku nggak tau harus gimana lagi…”

Hilang. Ini nggak semudah kayak ngejahit yang kalau putus kita bisa cari benang. Nggak semudah nyalain lampu yang kalau mati kita bisa ganti pakai senter. Nggak semudah masak yang kalau gak ada rasanya kita bisa tambahin bumbu supaya kerasa. Kerlipnya nggak ada terus kupu-kupunya juga nggak mau dateng ke taman. Ini yang salah siapa?

Aku nggak tau harus ngadu kemana? Aku mau nyalain lagi, aku nggak mau bikin kamu sedih.

“ It’s not your fault, Ra. Kamu nggak salah. Aku tau kamu nggak mau kayak gini. Tapi aku nggak punya cara buat nyalain punya kamu lagi. Aku paham, kamu boleh pergi.”

Yan, kamu jelek kalau senyum gitu. Aku nggak suka. Aku mau peluk kamu lebih lama. Aku mau jatuh hati lagi ke kamu, soalnya kamu juga jatuh hati ke aku… lebih besar, lebih hangat, lebih mekar.

“ Yan, can you kiss me for the last time? I will miss you.”

Waktu kita berdua nutup mata, aku minta keajaiban sama langit yang nggak berwarna itu. Aku mau bilang ke kupu-kupu buat nggak usah malu untuk mampir. Aku manggil peri-peri buat kasih kerlip lagi. Tapi, aku lagi dijahatin sama mereka, mereka nggak mau denger. Mereka ikut nutup mata, mereka ikut nangis.

Aku bingung kenapa kita jadi kayak begini, Samudra Abrian. Kenapa semesta jahil ke kita?

Kenapa kita yang jadi bukti kalau cinta yang diandalkan manusia bakal ilang tiba-tiba? Kita salah apa?

--

--

capellaraa
capellaraa

Written by capellaraa

0 Followers

i wrote about you 💌

No responses yet