Malam dan Maura.

capellaraa
2 min readOct 11, 2020

--

Sudah berulang kali dia mencoba memejamkan matanya untuk segera masuk ke alam mimpi, namun dia tetap tidak bisa. Tidak bisa karena yang ada di setiap waktu matanya terpejam, yang ada hanya bayangan Maura. Maura yang tertawa, Maura yang bersenandung kecil di kursi sebelah kemudinya, Maura yang mengoceh dengan kedua alis tebal bertaut waktu dia ketahuan mengacuhkan jam makan siangnya, Maura yang menangis ketika membaca novel favoritnya, Maura yang mencuri kecup di pipinya dan mengerling setelahnya. Semua, semua kegelapan yang tercipta di setiap pejaman matanya hanya ada Maura.

Padahal dia telah mengunci rapat-rapat semuanya dengan cara mencari berbagai kesibukan yang beruntungnya selalu bisa merebut sebagian pikirannya agar tidak ada lagi pikiran tentang Maura. Akan tetapi pada penghujung harinya, pada detik-detik menjelang pergantian hari, Maura selalu berhasil mendobrak kendali pikirannya.

“ When i was teenager, i always believe someday-”

“ Someone will lucky to have you?”

“ Ar, kamu bisa baca pikiran aku ya?” Maura berkata dengan kekehan kecil dan matanya yang menyipit untuk menggoda Arkan.

“ Menurut kamu?” Arkan menatap kearah Maura sambil tersenyum miring, yang kata Maura adalah senyum paling menyebalkan milik Arkan. Maura mendengus lalu membuka bungkusan snack, mengacuhkan pertanyaan meyebalkan Arkan.

“ Lucky me…” Arkan berbisik pada dirinya sendiri.

“ What are you saying?”

Malam ini, Arkan menyesal tidak lantang mengucapkan kalimat itu agar Maura bisa mengetahuinya. Maura berhak tahu, bahwa memang pada kenyataannya, seseorang beruntung memiliki hati Maura. Dan dia pernah menjadi orang yang beruntung itu.

Dia memutuskan bangkit dari kasurnya dan melangkah ke arah jendela. Membuka jendela lebar-lebar lalu memandang kesembarang arah.

“ Maura, are you still wake up?” lagi-lagi dia hanya bisa berbicara dengan dirinya sendiri.

How was your day? Tadi aku rapat organisasi sampai jam tujuh malam, dan yang pasti kamu hafal, aku lupa buat makan.” Sesak, yang dia rasa masih sesak.

Kalau saja kata “kita” masih ada, Arkan tidak akan segan menelfon Maura hanya untuk mendengarkan suaranya saat ini.

I just miss you, I’m sorry.” Arkan menghela napasnya lalu menutup jendelanya dan berjalan ke meja belajarnya.

Malam ini, dia tidak akan tidur lagi untuk mengenyahkan memori-memori yang perlahan muncul di otaknya, berusaha mengerjakan apa saja selagi bisa mengalihkan pikirannya.

Maura dan segala yang dia punya, belum hilang ditiap sudut-sudut memori milik Arkan.

Belum atau tidak akan pernah.

--

--

capellaraa
capellaraa

Written by capellaraa

0 Followers

i wrote about you 💌

No responses yet