Malam itu — saat aku terlalu lelah dengan alur cerita yang dunia beri untuk menjadikanku tokoh utama dalam sandiwaranya, kamu datang dengan payung berwarna biru dan memberi kedua telingamu untuk sekadar mendengar keluhku. Tanpa aba-aba, yang kukira sudah mati dan tidak diberi kesempatan untuk hidup lagi ternyata perlahan menunjukkan percikan jingga yang menyala. Kamu — orang yang tidak kuduga akan menjadi penyebab aku merasakan jatuh hati — selalu berpesan apa yang menjadi pencipta tenang isi kepala adalah dengan mencintai diri sendiri, terlebih dahulu. Aku percaya dan aku menurut, tak lama kemudian kutemui binar yang baru saat membuka mata setelah terlelap semalaman. Rangkaian kata yang kutali dan kutitipkan esoknya pada langit biru adalah syukurku dipertemukan denganmu. Hingga aku menjadi sedikit lega dan senang sebab aku menjadi tokoh yang beruntung — untuk sementara.
“ Hari ini aku dapet surat dan kue kering lagi.”
“ Dari penggemar yang sama atau lain lagi?”
“ Lain lagi. Tiap hari beda-beda. Aku bingung, penggemar rahasiaku itu ada berapa sebenarnya.”
Aku mencelos. Jalan setapak yang biasanya kutaburi dengan cerah senyumku kini menjadi berwarna abu-abu. Langit biru yang biasanya kusambut dengan harapan cerita bahagia lainnya tampaknya sekarang sedikit marah kepadaku. Aku diingatkan bahwa ada pagar yang ditumbuhi tanaman liar yang menjadi pembatas antara dunia si Kecil dan si Megah ini. Aku terlalu lalai dan terlampau keras kepala untuk menjatuhkan hati, padahal jelas dari awal aku adalah tokoh yang diberi cerah dan bahagia sementara — berbeda dengan dia. Aku hanya diizinkan untuk mengagumi tidak boleh sampai menitip hati.
Cho Seungyoun, benar bahwa kamu memberi hangat yang kuimpikan dalam setiap pejaman mataku. Aku bisa menyandar pada bahumu, tetapi aku tidak pernah tahu apakah “rumah” terlintas pada tenangnya isi kepalamu saat menatap lurus pada binar mataku. Aku belum tahu dan belum pernah mendengar gemuruh yang sama seperti milikku saat kamu mengajakku berlari sejenak dari padatnya hal-hal yang harus diemban oleh manusia. Serta si Kecil ini langkahnya terlalu lambat apabila memutuskan untuk ikut berjalan bersama di duniamu.
Cho Seungyoun, aku ingin berbalik arah dan tidak mau berlari lagi denganmu — sampai kutemui gemuruh tenang saat melihat hangat matahari pagi yang serupa dengan milikmu.