Selamat Ulang Tahun, Samudra Abrian.

capellaraa
4 min readDec 18, 2020

--

- Home by Bruno Major.

— Home by Bruno Major.

“ Hahahaha, manis banget mereka.” Kataku saat membaca satu persatu surat yang Brian dapatkan dari penggemarnya.

“ Kamu aneh.”

“ KOK ANEH SIH?? BENERAN MANIS INI COBA BACA DEH!!!” seruku tak setuju dengan perkataan Brian barusan.

“ Pacar dapet ginian tuh harusnya cemburuuu, bukannya hahah heheh.” Aku tergelak, tanganku yang bebas menangkup kedua pipinya.

“ Yan, kenapa harus cemburu sih? Mereka buat gini tuh artinya mereka sayang sama kamu. Aku seneng banyak yang sayang sama kamu.” Mata rubahnya berkedip-kedip lalu tak lama bibirnya tersenyum lebar.

“ Yaudah diganti, aku sebel soalnya kamu belum ngucapin.”

Aku melepaskan kedua tanganku yang menangkup pipinya. Suasana yang hangat tadi kini berubah menjadi sedikit lebih sendu. Bukan karena sedih yang mampir, tetapi karena haru.

Lelaki ini bertambah umur, bertambah satu tahun untuk mengukur seberapa lama dia ada di dunia. Dan dia ternyata berhasil bersahabat dengan semesta, di umurnya dia mampu untuk menapakkan kaki di belahan dunia lain tanpa kedua orang tuanya. Lelaki ini menerima banyak sayang dari manusia lainnya, dia ditatap dengan mata yang penuh cinta dan kalimat-kalimat pujian yang memang pantas untuk dia dengarkan. Lelaki ini, tidak pernah gagal untuk membuat bangga dan haru akan keberhasilannya setelah beberapa kali mengeluh sakit punggung karena terlalu lama duduk di studio.

“ Kok diem, si?”

“ Selamat ulang tahun.” Ucapku dengan suara bergetar, menahan air mata yang sepertinya akan tumpah jika aku mengucapkan kata yang lain lagi.

“ Terimakasih.” Dia memelukku, dia mungkin sudah hapal bagaimana kebiasaanku saat hari bertambah umurnya tiba. Dia tahu, di balik kalimat selamatku yang pendek dibandingkan surat-surat yang dia terima, selalu ada berbagai kalimat yang tertahan dengan berbagai makna.

Lelakiku ini, sudah lama tidak merasakan hangat ruang tamu dan lilin diatas kue buatan Ibunda. Dia sudah lama tidak merasakan tepukan tangan besar Ayah yang mengisyaratkan bangga pada anaknya. Dia hanya bisa mendengar dari ujung telepon bahwa orang tuanya mengucapkan selamat untuk pertambahan umurnya lalu tak lama sang Ibunda terisak digantikan suara sang Ayah. Kalau bisa, doaku masih sama yaitu semoga dia segera bisa menemui orang tuanya di negerinya. Semoga lelakiku bisa kembali menjadi seorang bocah berumur tujuh tahun yang tertawa riang karena mendapat kado kecupan-kecupan Ibunda dan terbang di udara dibantu dengan angkatan tangan Ayah.

“ Terimakasih, ya. Kamu masih ada disini.” Kepalaku tenggelam dalam lehernya saat kalimat yang dia luncurkan berhasil memicu turunnya air mataku.

“ Kalau kamu nggak ada… pasti sekarang aku lagi disiram air kopi sama si Wawan, Jevan, Danen, Surya. Aku nggak suka, deh. Mereka tuh nggak modal banget kalau ngasih surprise.” Dia terkekeh, tapi aku tahu ada rasa tersendiri di setiap helaan napasnya.

“ Tapi kopinya mahal, Yan. Kopi starbuck gitu kamu bilang gak modal.” Aku semakin mempererat pelukannya, menghirup aroma khasnya.

“ Aku… aku maunya cuma di hari ulang tahunku kita semua kumpul. Bikin pesta sate ayam sama pesen es lemontea. Itu aja udah anget, tau.” Aku terdiam.

Sekali saja, aku mau jadi perempuan kuat yang bisa jadi tempat dia melepas apa yang dia rindukan tanpa harus ada tangisan di setiap mendengarkan harapan yang dia lontarkan.

Seberapa lama aku masuk kedalam kehidupannya yang kadang berwarna dan kadang kelabu itu, ternyata aku masih tak cukup kuat untuk mendengar suara lirihnya yang meminta kehangatan.

“ Kamu, udah cukup kasih aku kasih sayang. Temen-temen aku juga, mereka kadang keliatan banget kalo sayang sama aku. Penggemarku, mereka juga anget banget. Tapi yang aku cari dan aku kangenin tuh suara Ayah manggil aku pagi-pagi kalo belum bangun. Terus Ibu selalu bikinin kue jahe waktu aku ulang tahun.”

Lelaki ini, menyimpan rindunya dan melepaskannya di saat hangat mulai tersalurkan lewat pelukan. Lelaki ini, hebat.

“ Kamu nggak mau nelfon mereka?”

“ Nggak, ah. Besok aja. Nanti Ibu nangis, kan rugi kalo telfon isinya nangis. Mahal euy biaya nelfon kesana.” Pandai, dia pandai untuk menutup lagi rindunya. Dan aku hanya bisa mengangguk, tidak mau memaksa sebab dia tidak pernah bisa dipaksa. Tugasku adalah mendengarkan celotehannya dan membalas hangat peluknya.

“ Aku suka.”

“ Suka apa?” Tanyaku disertai gerakan mengangkat kepalaku dari sandaran ceruk lehernya.

“ Bau shampoo kamu. Besok, lusa, lusa lagi, bulan depan, tahun depan, aku mau suka terus sama bau shampoo kamu. Pokoknya kamu harus ada sampai tahun depan dan seterusnya.” Aku tergelak, lelakiku ini tidak pandai dalam mengucapkan kalimat yang bertujuan untuk mengajak tetap disampingnya dan tidak kemana-mana.

Aku menatap tepat dalam matanya, mencari-cari harapan lainnya ataupun sedihnya. Namun yang kutemukan adalah mata dengan beberapa titik putih yang berbinar dari matanya, yang selalu aku suka.

Samudra Abrian, esok dan seterusnya. Aku juga mau ada untuk sekadar membaca surat-surat dari penggemarmu, menata rambutmu, menerima pelukanmu, menangisi hari ulang tahunmu, menunggumu menjemput di depan gerbang, lalu mencintaimu dengan segala cara yang hanya kita berdua yang tahu.

Samudra Abrian, lelakiku, selamat ulang tahun. Seribu jam ataupun lebih aku tetap disini, tidak kemana-kemana jika kamu takut aku akan pergi. Selamat ulang tahun, selamat bertambah umur, selamat menjadi lelaki yang lebih keren lagi, dan selamat karena kamu menjadi orang yang disayangi.

Tahun depan, lagi, lagi, dan lagi, aku akan menjadi perempuan yang berbangga terhadapmu dan jatuh hati untuk kesekian kali.

--

--

capellaraa
capellaraa

Written by capellaraa

0 Followers

i wrote about you 💌

No responses yet